Ada seorang anak yang bernama Vero.
Ia adalah cucu dari Eyang Widodo yang Ayah dan Ibunya telah dicoret dari
anggota keluarga Widodo. Dia ingin mempersatukan kembali keluarganya dengan
keluarga Widodo.
Hari sudah menjelang gelap. Matahari yang tadi merah di ufuk
barat telah bergulir hilang. Burung-burung pulang ke sarangnya, sebaliknya
kelelawar keluar dari rumahnya yang gelap. Dalam sebuah kamar, dua cewek belum beranjak dari keasyikan
ngobrolnya. Tampaknya masih ada sedikit pembicaraan yang harus mereka
selesaikan.
“Bayangin Nat, gua disuruh berakting jadi cowok”
mengepaskan tubuhnya di atas springbad Nadia.dengan gusar Nadia tersenyum geli.
“Kayak maen film aja. Eh tapi apa susahnya buat lo? Selama ini kan tingkah lo udah kaya cowok,” teriak Nadia.
“Tapi gimanapun
juga gua kan tetap cewek”
“Kayaknya lo
pertimbangin dulu usul Papa lo
itu. Jangan keburu nolak.”
Vero disuruh berperan jadi cowok untuk seorang Kakek yang tidak pernah dikenalnya, Kakek yang
dulu pernah mencoret Papa dari anggota keluarganya. Padahal Papa anak
kandungnya sendiri, Papa menyuruh Vero jadi cowok
untuk menyenangkan hati Kakek itu.
“Ngomong-ngomong, memangnya keluarga Papa lo enggak
tahu kalo lo cewek?”
“Udah dibilang,
Papaku anak yang dibuang dari keluarganya gara-gara menikahi Mama yang anak
yatim piatu dan miskin.”
“Ih, kok gitu banget
sih!!”
“Udah gitu, waktu mereka kawin lari Eyang
Putri langsung sakit parah dan akhirnya Eyang Putri menghembuskan napas
terakhirnya. Eyang Kakung dan Tante Mega membenci Papa.
“Eh, tunggu dulu.
Papa sama Mama lo kawin lari Ver? Ih so sweet banget.”
“Iya, Papa dan Mama gua
kawin lari, karena Papa dan mama gua
udah berjanji untuk tetap bersama dan sehidup semati sampai ajal menjeput
mereka.
“Pasti kehidupan cinta mereka romantis” Nadia mengerlingkan
mata. Vero mulai sebal melihat mata Nadia yang berbinar-binar.
“Gua ngebayangin
mereka benar-benar menikah karena cinta. Gua jadi inget kisah cinta Romeo dan
Juliet. Cinta yang ditentang, cinta yang begitu tulus murni keluar dari
relung hati yang paling dalam. Ah.. indah sekali”
“Jadi nggak nih?
Ceritanya diterusin. Vero siap ngambek.”
“Jadi, jadi. Gitu aja marah?!”
Keesokan harinya Vero pulang ke rumah untuk mendengarkan
penjelasan Papanya, mengapa Vero disuruh berpura-pura menjadi cowok. Menurut keterangan Tante Mega di
suratnya, Eyang sakit parah. Beliau punya pirasat sebentar lagi akan meninggal.
Eyang Widodo ingin mengenal Vero yang diyakininya sebagai cucu lelaki
satu-satunya,” jelas Papa dengan muka muram.
“Mengapa Eyang begtu yakin kalau Vero cowok, Pa?”
“Di suratnya Tante Mega yaitu Tante kamu menulis, suatu malam
Eyang mimpi ketemu kamu. Beliau bilang kamu adalah seorang cucu lelaki yang
gagah dan tampan. Itulah kenapa Eyang yakin sekali bahwa kamu itu cowok.”
Vero menelan ludahnya. “Body
cungkring dibilang gagah?! Wajah cantik begini dibilang tampan?! Astaga percaya
banget sih sama mimpi.”
Kumandang adzan mulai terdengar, Vero dan Papa langsung
mengambil air wudhu. Akhirnya Vero setuju atas usul Papanya untuk menemui
Kakeknya di Jakarta. Walaupun Vero tahu kalau berbohong itu dosa hukumnya,
tetapi Vero juga tahu kalau menentang Orang Tua, durhaka namanya. Vero anak
yang baik dan berbakti pada Orang Tuanya.
“Mama tidak memaksa Ver, tapi Mama ingin kita semua hidup
dengan bahagia tanpa beban karena belum mendapatkan restu dari Orang Tuanya
Papa, selama ini Mama berharap Eyang kamu itu bisa menerima Mama sebagai
menantunya.” Dengan suara lembut.
“Iya deh Ma. Vero ngerti, Vero akan berusaha untuk
meyakinkan Kakek. Demi Papa dan Mama yang paling Vero sayang.”
Akhirnya setelah shalat subuh, Vero langsung berangkat ke
Jakarta dan meninggalkan Bogor untuk sementara. Sesampainya Vero di Stasiun
Bus, Vero kebingungan lalu Tante Mega sudah ada menunggu untuk menjemput
kedatangan Vero, Kakek sangat bahagia dengan kedatangan cucunya itu.
Sesampainya Vero di rumah Eyang Wido, Vero merasa orang asing di keluarga Wido.
“Ya ampun, ini rumah apa istana? Gede banget?!” Vero berbicara dalam hati dengan muka yang berbinar-binar.
“selamat datang di keluarga Wido!” dengan muka yang malu-malu
Vero menjawab
“Iya, Kek!”
Di dalam rumah Eyang Wido ada dua orang cucunya yaitu anak
Tante Mega yang bernama Dodi dan Ana. Dodi adalah anak pungut Tante Mega. Dia
sangat membenci Vero, karena Dodi takut tersaingi oleh Vero. Sebaliknya, Ana
adiknya Dodi malah suka sama Vero. Menurut Ana, Vero itu lucu dan tampan.
“Eh, lo jangan ngelunjak sama gua ya! Kalo lo ngelunjak
sama gua, lo bakalan tau akibatnya
dan lo masih orang asing di keluarga
Wido, ngerti lo..?!” Dodi sambil
melotot.
“Aduh Dodi, lo itu ya. Kayak anak kecil aja segala ngancem-ngancem gua lagi!” Vero sambil tersenyum kesal.
Ana yang tidak mau ada pertengkaran, memisahkan mereka
“Sudah, sudah, kenapa sih
kalian ini malah berantem. Lagian
Vero juga kan baru datang, pasti dia
capek. Ya udah kamu langsung ke kamar
aja Ver istirahat.” Ana mengantar
Vero ke kamarnya
“Iya, makasih banyak.”
Lama-kelamaan Vero mulai akrab sama semua orang terkecuali
Dodi yang ingin sekali menyingkirkan Vero dari rumah Eyang Wido. Dan tak lupa
Eyang Wido mengenalkan Vero kepada Bima tetangganya, Bima sudah dianggap
cucunya sendiri karna Bima selalu membantu Eyang Wido.
Di pagi yang cerah Vero bertemu Bima yang kebetulan mau
berangkat sekolah. Bima mengajak Vero berangkat bareng ke sekolah. Dan setahu
Bima Vero itu cowok, Vero memakai seragam cowok.
“Sorry, kamu
cucunya Eyang Wido dari Bogor kan?”
“Iya,”
“Ih, so imut banget sih
lo, geli banget gua liatnya.”
Bima sambil ketawa
“Lo gitu amat sih
Bim?”
“Maaf,maaf”
Selama ini Dodi merasa semakin tersisihkan oleh Eyang Wido,
semenjak kehadiran Vero di keluarga Wido. “Bagaimana caranya gua bisa nyingkirin si Vero dari rumah ini?” Dodi sambil
berpikir.
“Nah, gua punya
ide. Mendingan gua kerjain aja dia, gua cari informasi tentang rahasia dia apa? Terus Dia diusir deh sama Eyang. Hahaha..”
Kemudian Dodi melihat Vero di kamar sedang membuka wig.
“Woww, gua tahu
caranya buat nyingkirin si Vero dari
rumah ini. Gua bilangin aja sama
Eyang, pasti Vero langsung diusir. Eh,
tapi sebelum itu gua kerjain dulu si Vero ah.”
“Eh, Ver! Lo sebenarnya cewek kan? Lo pura-pura
jadi cowok biar Eyang menyetujui
rumah tangga Orang Tua lo kan? Ngaku aja deh!” sambil menggenggam tangan Vero
yang sangat halus itu.
Vero merintih kesakitan.
“Sakit tau..! lo tahu dari mana Dod? Gua mohon jangan bilang semua ini ke
Eyang!”
Semenjak itu, Vero sudah tidak kuat dengan tingkah laku
sepupunya itu. Kemudian Vero langsung bercerita kepada Bima bahwa dia itu cewek. Dan Vero mengajak Bima ke taman
dekat danau.
“Bim, gua mau jujur
sama lo. Sebenarnya gua itu cewek.” Sambil membuka wignya dan bermuka melas.
Bima terkejut saat Vero berkata jujur
“Hah..! apa lo
bilang? Lo cewek? Jadi lo itu udah bohongin kita semua, termasuk Eyang Wido. Lo sungguh keterlaluan Ver.”
“Maafin gua Bim, gua juga enggak mau bohong kayak gini.
Tapi lo gak bakalan ngerti masalahnya apa?” Vero bergegas
pergi dari taman. Bima Cuma terdiam.
Lambat laun Vero mencoba meyakinkan Eyang Wido dan mencoba
jujur bahwa dirinya itu seorang cewek.
Eyang Wido langsung terdiam dan shock
mendengar bahwa selama ini Vero telah membohongi keluarga Wido. Vero langsung
diusir dari rumah itu. Dan Dodi bahagia.
“Eyang, dengerin
penjelasan Vero dulu!” Vero sambil memohon dan meneteskan air mata.
“Pergi kamu dari rumah saya! Saya tidak mempunyai cucu
pembohong seperti kamu! Kamu sama saja seperti Papamu!”
“Maafin Vero Eyang.
Vero sayang sama Eyang.” Vero langsung beranjak pergi dari rumah Eyang Wido
itu. Papa dan Mama kaget mengetahui Vero telah membohongi seluruh penghuni
keluarga Wido. Mereka bisa membayangkan seluruh penghuni keluarga Wido, saat
mengetahui putri mereka ketahuan.
“Ya Allah, gimana ini Pa? anak kita ketahuan, semua ini
gara-gara kita memaksa Vero untuk berakting jadi cowok. Seharusnya kita jujur saja Pa. kalau anak kita sebenarnya
itu cewek, bukan cowok. Dan kejadiannya nggak
bakalan seperti ini.”
“Iya Ma, Papa juga menyesal sudah menyuruh Vero untuk
berakting jadi cowok. Tapi mau gimana
lagi, semuanya sudah terjadi.”
Satu minggu kemudian, Eyang Wido minta ditemani oleh Bima
untuk berangkat ke Bogor. Untuk meminta maaf atas kesalahannya.
Kemudian Eyang Wido mengungkapkan keinginanya untuk
menyerahkan pengelolaan Tambak Wido pada Papa dan dibantu oleh Bima, dan Vero
tentunya.
Dengan penuh penyesalan Papa tidak
bisa menerima kehormatan sebagai pengelola Tambak Wido. Karena sebagai
Arsitektur, dia memiliki tanggungjawab yang tidak kalah pentingnya. Untungnya
Eyang Wido bisa memaklumi keadaan Papa sekarang. Kemudian Bima mengungkapkan
perasaan dan meminta maaf atas sikapnya yang tidak percaya terhadap Vero. Yang
paling penting kabar gembira, Bima langsung melamar Vero di depan Eyang Wido
dan kedua Orang Tua Vero. Akhirnya Eyang Wido menyetujui Mama sebagai
menantunya. Kami pun
hidup bahagia dan rukun kembali.
No comments:
Post a Comment